Baca Light Novel Hataraku Maou-Sama Volume 3 - Chapter 3 (Part 2) Bahasa Indonesia

[Translate] Hataraku Maou-Sama Volume 3 - Chapter 3 : Raja Iblis dan Sang Pahlawan Mendengarkan Saran dan Pergi Ke Taman Hiburan -2


translate Bahasa Indonesia Hataraku. Maou-Sama. Volume 3




Chapter 3 : Raja Iblis dan Sang Pahlawan Mendengarkan Saran dan Pergi Ke Taman Hiburan.

Empat hari yang damai telah terlewati semenjak hari itu. Setiap orang mempersiapkan diri mereka menunggu sesuatu yang berhubungan dengan Alas Ramus terjadi, tapi mengejutkannya, tidak ada apapun yang terjadi.

Emi, satu-satunya orang yang membocorkan informasi mengenai Alas Ramus kepada "orang luar", juga tidak mendapatkan informasi baru.

Satu-satunya perubahan yang terjadi, sama sekali terlihat tidak terlalu penting, karena selalu dibandingkan dengan Alas Ramus, akhirnya Urushihara meresponnya dengan mulai membawa piring bekas makannya sendiri ke tempat cuci piring, dan membasuhnya dengan air. Selain itu, setiap penghuni kastil Raja Iblis juga menjadi sangat terlatih untuk mengganti popok Alas Ramus.

Pemikiran seperti jika tidak ada sesuatu yang terjadi hari ini, maka besok juga tidak akan terjadi apa-apa, adalah bukti bahwa mereka sudah terlalu lengah di hari-hari yang penuh kedamaian ini. Tapi hari-hari mengurus anak dan bekerja, sama sekali tidak menunggu siapapun.

Akan tetapi, menjadi terlalu damai atau tidak, mengetahui trik-trik untuk mengurus anak sekaligus bekerja di saat yang sama adalah hal yang penting untuk menghindari kematian karena kelelahan. Suzuno adalah satu-satunya orang yang tidak perlu cemas karena masalah ini, tapi bahkan dia pun juga punya batasnya.

Pada akhirnya, empat hari yang damai tersebut terlewati dan, hari minggu pun tiba.

Maou dan Ashiya dibangunkan secara paksa oleh Alas Ramus pada jam 7 pagi.

Sepertinya dia ingat kalau hari minggu adalah "hari jalan-jalan dengan mommy".

Mereka akan bertemu dengan Emi, yang dengan terpaksa menyetujuinya, pada jam 1 siang di stasiun Metro Kourakuen, Tokyo.

Emi tidak bisa izin libur dari shift kerja paginya entah bagaimana kerasnya dia berusaha.

Beban kerja Maou dari hari di mana mereka memutuskan untuk pergi ke Tokyo Big Egg Town sampai hari ini tiba, mendorongnya bahkan hingga ke titik batasnya.

Menurut Chiho dan karyawan-karyawan yang bekerja satu shift dengannya, Maou bekerja mati-matian layaknya Iblis Asura, yang bertangan enam dan berwajah delapan.

Pekerjaan sebagai manager pengganti sementara, memberinya tambahan gaji dan Maou juga bekerja sekeras mungkin untuk menambah gajinya meskipun hanya satu yen.

Oleh karena itu, Maou tidak bisa menghabiskan waktunya sesering mungkin dengan Alas Ramus, tapi Suzuno dan Ashiya kadang membawanya jalan-jalan dan beberapa kali pergi ke McRonald, hal tersebut membuat suasana hati Alas Ramus selalu berada di atas.

Akan tetapi, Emi tidak pernah menunjukkan dirinya selama ini, dia hanya menghubungi Alas Ramus melalui ponsel Suzuno.

Alas Ramus sepertinya sudah terpuaskan meskipun itu hanya berbicara dengannya, selama dia tahu kalau itu adalah suara Emi. Mungkin dia tidak marah kepada Emi yang hanya menghubunginya lewat telepon karena dia masih anak-anak.

Sekarang waktu menunjukan jam 9 pagi setelah sarapan pagi.

"Daddy, kapan kita pelgi? Kapan kita pelgi?"

Alas Ramus sepertinya sudah tidak bisa menunggu lagi, dan menarik-narik baju Maou. Setelah memberitahunya untuk menunggu, akhirnya Alas Ramus mau menunggu, Maou mengingat sesuatu dan berjongkok sambil meletakkan tangannya di atas lututnya.

"Oh iya, aku bekerja terlalu keras sampai-sampai aku melupakannya. Ashiya aku akan keluar sebentar."

"Kemana anda akan pergi, Maou-sama?"

"Ke tempat Hirose-san. Aku harus bicara dengannya mengenai sepedaku ini."

Dullahan 2, sepeda yang dibelikan Suzuno untuknya, itu adalah sepeda baru dan belum genap seminggu digunakan. Masih belum diketahui, kenapa Maou perlu ke tempat Hirose dan membicarakan sepedanya.

"Karena gadis kecil ini."

"Ou?"

Alas Ramus memiringkan kepalanya saat kepalanya tiba-tiba dipegang oleh Maou.

Dengan keuntungan membuat Alas Ramus senang, karena dia terus mengajak jalan-jalan, Maou pun menggandeng tangannya dan pergi menuju Sasazuka di pagi hari.

Sebuah toko di pusat perbelanjaan sepeda Bosatsu Doru, toko sepeda Hirose, baru saja membuka pintunya.

"Hirose-san!!"

"Hm.? Oh Maou-chan, pagi.. Apa yang kau bu-...."

Mata Hirose yang masih terlihat mengantuk terbuka lebar seperti telah disiram oleh seember air ketika dia melihat Maou yang sedang menggandeng sesuatu di sampingnya.

"Hirose-san, sewaktu aku beli sepeda ini kau bilang kau bisa memasang keranjang dan juga hal-hal lainnya, kan?"

"Ye-yeah.. Apa kau? Apakah kau...."

"Wafu!!"

Maou menggendong Alas Ramus, seperti menikmati reaksi Hirose yang sedang tercengang.

"Apa kau punya tempat duduk kecil yang bisa diduduki anak ini?"

Maou dengan serius bertanya kepada Hirose yang masih tercengang. Kemudian dia menghabiskan waktu hampir satu jam untuk melihat-lihat berbagai model tempat duduk sebelum pulang ke rumah.

"Well, aku sudah menduga kalau reaksinya akan seperti itu, jadi aku sudah mempersiapkan diri."

Di halaman apartemen di mana matahari belum bersinar terlalu tinggi, Maou memasang tempat duduk untuk anak-anak yang dia beli dengan harga 5000 yen, di bagian depan Dullahan 2.

"Anda tidak perlu melakukan itu, Maou-sama. Bagaimana jika ini memulai berkembangnya rumor?"

"Jangan khawatir. Aku mengatakan padanya kalau aku merawat anak dari kerabatku."

Ashiya mengernyitkan keningnya, tapi Maou tidak menghiraukannya.

"....Maou-sama.. Bolehkah aku bertanya satu hal?"

"Apa?"

"Aku seharusnya menanyakan ini sesegera mungkin, tapi Maou-sama, kenapa anda memutuskan untuk merawat Alas Ramus?"

"Kau tidak menyukainya?"

"Tidak, bukan itu maksudku, tapi kupikir tidak akan jadi masalah jika Crestia yang merawatnya...."

"Well, kupikir pada akhirnya malah kau, Suzuno, dan Chii-chan yang mengurusnya, maaf!"

"Tolonglah.. Bukan it-....."

"Aku hanya berpikir, jika suatu masalah terjadi, aku harus mempertanggungjawabkannya. Aku juga tidak punya bukti atau petunjuk apapun mengenai yang akan terjadi nanti."

Maou mulai mengumpulkan potongan vinyl dan baut berbentuk segienam yang didapatkannya bersamaan dengan tempat duduk itu.

"Hanya saja ada sesuatu yang membuatku penasaran."

Kata Maou sambil menepuk jidatnya sendiri dan kembali masuk ke dalam apartemen, meninggalkan Ashiya yang tampak belum puas dengan jawaban tersebut di luar.

"Maou-sama... Kumohon, kumohon berhati-hatilah!! Dia adalah pahlawan. Kita tidak tahu apa yang akan dilakukannya."

Ketika Maou keluar, Ashiya memohon mati-matian kepada Maou. Orang-orang mungkin akan berpikir kalau itu seharusnya kebalikannya.

"Well, jika terjadi sesuatu aku akan berlari dan berteriak-teriak ke petugas keamanan, jadi tidak perlu khawatir. Tidak peduli apapun yang terjadi, setidaknya, aku akan melindungi Alas Ramus."

Maou meninggalkan kastil Raja Iblis, tanpa membuat Ashiya merasa lega sedikitpun.

Jika Maou adalah dirinya yang dulu dia pasti akan memilih berjalan menuju Stasiun Shinjuku yang satu stasiun lebih jauh daripada Stasiun Sasazuka. Lalu turun di Stasiun JR Suidoubashi, stasiun kereta di sebelah Tokyo Big Egg Town, dan menghemat 120 yen untuk biaya naik kereta.

Akan tetapi, Maou membawa anak kecil bersamanya kali ini, itu akan lebih aman jika dia berangkat dari jalur Keioushin di Stasiun Sasazuka, lalu berpindah ke jalur Shinjuku yang dioperasikan oleh pemerintah, dan kemudian berganti ke jalur Nanboku di stasiun Ichigaya. Dan akhirnya turun di stasiun lainnya yang dekat dengan taman, yaitu stasiun Tokyo Metro Kourakuen.

Mereka berangkat lebih awal agar mereka tidak dimarahi karena terlambat sampai di sana, namun matahari sudah naik begitu tinggi di langit dan tanpa ampun memancarkan sinarnya ke seluruh kota.

Di dalam tas yang biasanya Maou bawa saat bekerja terdapat sebuah cangkir, tisu basah, popok dan juga larutan penyegar untuk anak-anak. Semua persiapan ini akan menjadi sia-sia jika Maou berbuat bodoh, dengan melakukan penghematan uang untuk tidak menaiki kereta selama perjalanan dan akhirnya menyebabkan Alas Ramus terserang dehidrasi.

Alas Ramus terlihat sangat bahagia dan bersemangat, hal itu terlihat saat dia melompat-lompat ketika pertama kalinya dia naik kereta. Tapi dia juga menunjukan sisi ketakutannya ketika kereta menuju bawah tanah melalui terowongan.

Setelah diberitahu betapa manisnya Alas Ramus oleh pasangan tua yang naik kereta di jalur Keioushin stasiun Shinjuku, mereka berganti kereta ke jalur Nanboku di stasiun Ichigaya yang mana terhubung langsung dengan jalur Shinjuku yang dikelola oleh pemerintah metropolitan, Maou sendiri tidak pernah melakukan hal ini sebelumnya. Mereka akhirnya sampai di stasiun Kourakuen dan kemudian menaiki escalator menuju ke permukaan tanah.

Ketika Maou baru naik setengah jalan di escalator, sebuah bayangan menatap mereka dengan cemas.

"... Tidak ada yang mencurigakan... Aku, Ashiya akan melindungi punggungmu sebagai bayanganmu, Maou-sama."

Itu adalah Ashiya. Tidak ada seorangpun selain Ashiya yang akan sepayah ini ketika membuntuti orang. Dia memakai kacamata hitam murahan sebagai alat penyamarannya, dan mengintip dari balik bayangan dengan punggung yang menempel pada tiang, membuatnya menarik perhatian orang-orang di sekitarnya. Jadi bisa dikatakan dia telah gagal melaksanakan misinya dengan terlalu fokus hanya pada Maou, bukan dengan keadaan sekitarnya.

"Kaulah orang yang paling mencurigakan, Ashiya-san."

Ashiya membeku di tempatnya ketika dia mendengar suara yang memarahinya dari belakang.

"Lepaskan kacamata seharga 100 yen itu. Itu sangat tidak cocok denganmu dan kau malah terlihat mencolok sekali.

"Wa-wa-wa-wa-wa.. Sa-sasaki-san!"

Apakah ini benar-benar bisa diterima untuk seorang Iblis tertinggi dapat diserang oleh seorang gadis SMA semudah ini?

"Aku berada di kereta yang sama. Aku mengetahui hal ini dari Email Suzuno-san... Tapi ngomong-ngomong, bukankah kau sendiri yang malah akan terkena masalah daripada Maou-san jika sesuatu benar-benar terjadi?"

"Ap-apa maksudmu?"

"Ashiya-san, kau tidak punya ponsel kan? Bagaimana  kau akan menghubungi seseorang jika sesuatu terjadi nanti?"

"Uh.. A-aku akan menggunakan telepon umum...."

"... Itulah yang aku pikirkan... Karena kau tidak bisa menghubunginya dengan cepat, Maou-san pasti tidak tahu kalau kau membuntutinya."

"Um, well ya.. Karena jika Emilia tahu aku membuntuti mereka, itu hanya akan menyebabkan masalah."

Meskipun perkiraannya sama sekali tidak salah, Chiho tidak habis pikir bagaimana dia bisa tidak memiliki persiapan apapun untuk membuntuti mereka.

"Jika sesuatu terjadi, gunakan ponselku. Ayo pergi!! Kita kehilangan mereka."

Terpacu oleh kata-kata tegas dari Chiho, Ashiya mengikuti Chiho dari belakang, tapi dengan begini mau tidak mau dia harus menanyakan sesuatu pada Chiho.

"Tapi umm.. Sasaki-san.. Kenapa kau......?"

Melihat ekspresi yang tidak menyenangkan dari Chiho ketika dia menoleh, Ashiya langsung menyesali ketidakpekaannya.

"Aku mengerti kenapa hal ini harus dilakukan, tapi aku masih terganggu karenanya."

"... Maafkan aku!"

Chiho dan Ashiya berlari menaiki escalator agar tidak kehilangan jejak Maou.

Mereka berencana bertemu Emi di gerbang tiket di dekat jalur Marunouchi di stasiun Kourakuen.

Maou melihat peta stasiun untuk sejenak, kemudian mulai menaiki tangga dengan Alas Ramus yang menggenggam tangannya. Gerbang tiket jalur Nanboku berada jauh di dalam stasiun, dan kalau kau mengira Alas Ramus akan kelelahan berjalan, nyatanya malah dia berada di depan Maou, menggerakkan tangan serta kaki kecilnya tanpa kelelahan sedikitpun.

Chiho hanya bisa tersenyum melihat pemandangan yang manis itu, dan kemudian....

"...!"

"Ad-ada apa Sasaki-san?"

Ketika mereka mencapai permukaan, Chiho menelan ludahnya dengan kasar.

Dia melihat seorang gadis muda berdiri di depan gerbang tiket, dengan tidak sabar melihat jam tangan kecilnya.

Gadis itu memakai topi lebar, yang mana terlihat stylish dan rapi, dia juga mengikat rambutnya yang biasanya dia biarkan terurai. Gadis itu tidak lain adalah Emi.

Maou dan Ashiya belum menyadari keberadaan Emi, mungkin karena Emi terlihat sangat berbeda dari biasanya.

"Yusa-san.... Mengejutkan sekali, ternyata dia sangat antusias."

Dia memakai kalung besar untuk menghiasi lehernya yang benar-benar terbuka karena dia mengikat rambutnya. Penampilannya sangat sempurna dan terlihat seperti wanita dewasa, yang bahkan membuat Chiho terpana.

"Hmm?? Apakah itu benar-benar Emilia? Hmph.. Penampilan seperti itu sama sekali tidak cocok dipakai untuk bertarung. Apa dia sudah lupa dengan identitasnya sebagai seorang pahlawan?"

Ashiya mengatakan sesuatu yang benar-benar melenceng dari topik setelah mengikuti bidang penglihatan Chiho, dan akhirnya menyadari keberadaan Emi.

"Ashiya-san.... Apa yang Maou-san pakai hari ini?"

"Pakaiannya yang biasa, tidak ada alasan satupun untuk berdandan demi Emilia, dan kami juga tidak punya cukup uang untuk membeli baju musim panas, karena budget kami sering melayang tanpa bekas semenjak kedatangan Urushihara."

Di dalam hati Chiho, dia merasa iri dan tidak menginginkan Maou untuk berpakaian bagus seperti halnya Emi, hal tersebut bertentangan dengan kecemasannya melihat betapa buruknya cara berpakaian Maou yang dari kepala sampai kaki hanya memakai baju merk Unixlo disandingkan dengan Emi yang berdandan begitu rapi.

Alas Ramus nampak lebih dulu menemukan Emi dan mulai menarik-narik Maou menuju ke arah Emi. Melihat punggungnya, tidak perlu dijelaskan lagi bagaimana reaksinya.

Seperti yang diduga, Emi tersenyum saat melihat Alas Ramus, dan ketika melihat apa yang dikenakan Maou, mukanya berubah menjadi kesal kembali.

Ashiya dan Chiho melihat pemandangan tersebut dari balik bayangan tiang, dan kemudian...

"Fu fu fu fu... Bagaimana menurut kalian berdua? Penampilan Emi hari ini benar-benar sesuatu kan?"

Pundak mereka tiba-tiba dipegang oleh seseorang. Mereka diam membeku dan kemudian mulai menengok dengan perlahan.

"Oh.. Kau temannya Yusa-san?"

"Su-Suzuki san?"

Rika Suzuki berdiri di belakang Ashiya dan Chiho sambil menggenggam erat pundak mereka.

Wanita di dunia ini sepertinya sangat ahli dalam membuntuti iblis.

"Ap apa yang kau lakukan di sini?"

Chiho menatap ke arah Rika dan kemudian menatap kembali ke arah Emi.

"Tidak tidak, harusnya aku yang bertanya begitu. Aku penasaran apa yang kalian berdua lakukan bersama-sama seperti ini, dan aku cukup yakin, Emi dan Maou-san berdiri di arah yang kalian lihat, jadi sebagai teman kupikir aku harus menyapa kalian."

Ashiya tiba-tiba menyadari sesuatu.

Mereka bertemu di jam segini karena Emi punya jadwal kerja di pagi harinya. Dilihat dari waktunya, tidak mungkin cukup bagi Emi setelah bekerja pulang terlebih dahulu ke Eifuku Town. Jadi pasti dia berangkat bekerja dengan penampilan seperti itu.

"Yeah, aku juga sangat terkejut! Aku tidak pernah melihat Emi berpenampilan seperti itu. Kalian mungkin tidak tahu, tapi kemarin pasti dia pergi ke salon kecantikan."

Kata Rika sambil meletakkan tangan di dagunya, dia berbicara dengan nada seperti sedang memancing reaksi dari Chiho.

"Be-benarkah??"

"Hmm?? Apakah itu mengganggumu?"

"A-a-ak-aku.. Um.. Tidak, aku tidak bilang kalau aku terganggu, tapi, um..."

Wajah Chiho memerah, yang bahkan lebih parah lagi dikarenakan panas. Melihat reaksi Chiho yang jauh lebih mudah dibaca daripada yang Rika duga, akhirnya Rika menyerah.

"Hehe, maaf, maaf, mungkin aku sudah keterlaluan menggodamu. Chiho-chan kau tidak perlu khawatir, ini hanya karena Emi yang keras kepala."

".. Huh?"

"Hubungan Emi dan Maou-san tidak berjalan dengan baik kan? Dia melakukannya karena dia tidak ingin kalah dengan mudah, tapi.."

Dia dengan perlahan melirik ke arah Maou.

"Jika kau berusaha terlalu keras, itu malah akan balik menyerangmu. Sepertinya kali ini akan dimenangkan oleh Maou-san yang datang dengan sangat santai."

Pada saat itu, Emi, Maou, dan Alas Ramus mulai berjalan menuju Tokyo Big Egg.

Saat Chiho menoleh untuk melihatnya, dia melihat Alas Ramus berjalan dengan digandeng oleh "daddy" dan "mommy" nya. Hal itu membuat hatinya terasa seperti sedang terjun bebas.

"Baiklah.."

Rika menyeringai.

"Kalian berdua, apa yang akan kita lakukan?"

Tokyo Big Egg Town terapit oleh Tokyo Big Egg, yang mana menjadi stadion team baseball professional di SE League, The Titans.

Itu adalah taman hiburan berukuran besar yang berada di dalam kota. Taman hiburan ini mempunyai wahana yang terbentang dari pusat perbelanjaan di Stasiun Kourakuen, the Lagoon sampai arena di sekitar Big Egg Hotel.

Pintu masuknya tidak dilengkapi dengan loket pembelian tiket. Akan tetapi, setiap wahananya punya harga tersendiri dan tamannya didesain agar setiap orang bisa masuk dengan mudah ke dalamnya.

Mall yang berhadapan dengan the Lagoon dan stasiun Kourakuen, juga terdapat toko yang menyediakan berbagai kebutuhan untuk orang dengan berbagai usia, tempat itu juga merupakan spot belanja yang sangat populer.

Selain atraksi utama dari taman tersebut, ada pula pertunjukan pahlawan yang digelar setiap akhir pekan dan hari-hari libur.

Tidak seperti wahana lainnya, pertunjukan ini tidak termasuk dalam tiket gratis mereka, tapi panggung pertunjukan itu dengan special efek pahlawannya, selalu menarik banyak perhatian anak-anak di setiap pertunjukannya.

Di taman yang dipenuhi dengan senyum dan kegembiraan, dengan ekspresi yang terlihat kecut, Maou dan Emi berjalan sambil ditarik-tarik oleh Alas Ramus.

Air mancur di area luar yang berada di lantai dua the Lagoon, selalu memainkan musik di waktu yang telah diatur, menunjukan keserasian dengan tarian air mancur tersebut. Secara kebetulan, itu terjadi ketika mereka bertiga berjalan melewatinya, begitu banyak air mulai menyembur ke atas, membuat berbagai bentuk dan kemudian menghilang.

"Ouuu...!!"

Alas Ramus menyaksikannya dengan mulut ternganga dan mata yang berbinar-binar.

"Hey!"

"Apa?"

Ketika Maou menyaksikan Alas Ramus dari belakang, Maou menjawab panggilan Emi dengan enggan seperti panas sudah mulai melahapnya.

"Mataharinya sangat panas hari ini. Kau sudah memberinya krim tabir surya kan?"

"Uh.. Um... Aku membacanya di suatu tempat, kalau tidak apa-apa jika menurut resep dokter, tapi..."

Menurut penelitian yang dilakukan Urushihara, banyak pendapat yang mengatakan kalau tabir surya untuk anak-anak mempunyai kemungkinan kecil akan menimbulkan masalah kulit jika menurut resep dokter daripada versi biasa yang bisa didapatkan di apotek.

Akan tetapi, asuransi kesehatan milik Maou, tidak mencakup Alas Ramus. Melakukan pemeriksaan kesehatan tanpa menggunakan asuransi kesehatan, pasti akan membawa satu masalah lagi bagi kastil Raja Iblis selain masalah standar hidup sosial di Jepang. Oleh karena itu, Maou tidak membuat persiapan dengan membeli pelindung dari sinar matahari.

"Kalau begitu, setidaknya kau harus membelikannya topi atau sejenisnya. Ada banyak toko pakaian di dalam the Lagoon, jadi pertama-tama kita akan ke sana dulu. Jika kau bilang kau ingin merawatnya sendiri kau harusnya lebih bertanggung jawab dan memikirkan masalah ini dengan lebih serius." 

Kata Emi dengan nada jengkel yang sama sekali tidak menciptakan ruang untuk membantahnya. Maou tidak punya pilihan lain selain menurutinya.

"Yeah. Maaf... Hey, Alas Ramus, apa kau bersenang-senang?"

"..ohhhhh.. Ouuhhh.."

"Masih terpesona oleh air mancur ya?"

Sementara itu, Ashiya, Chiho, Rika mengamati mereka dari teras yang menuju bagian luar dari lantai dua tempat di mana Maou dan yang lainnya berada.

"Hmm.. Mereka benar-benar terlihat dan bertingkah layaknya sebuah keluarga. Anak itu sepertinya sangat menyukai Emi ya?"

"Ma-manisnya!!"

Chiho hanya bisa menghela nafas ketika melihat Alas Ramus yang terpikat oleh air mancur itu.

Di sisi lain, Ashiya terlihat sangat sibuk mengamati keadaan sekitar Maou dan juga keamanannya. Akan tetapi dia juga tidak lupa untuk selalu mengawasi pengeluaran Maou untuk memastikan dia tidak menghambur-hamburkan uang.

Sementara itu, Maou dan Emi tidak menyadari reaksi dari tiga orang yang membuntutinya ataupun fakta kalau mereka telah dibuntuti dari awal. Setelah melihat pertunjukan air mancur, mereka kemudian bergandengan tangan dan berjalan menuju sebuah toko di the Lagoon guna membeli topi untuk Alas Ramus.

Dan tiga orang lainnya mengikuti mereka dari belekang.

"Ohh. Ada Unixlo."

Maou melihat peta the Lagoon dan menemukan logo yang terlihat familiar, akan tetapi..

"Tidak. Kenapa kau selalu memakai Unixlo?"

Emi terang-terangan menolak ide tersebut.

"Karena bajunya murah dan juga praktis...."

"Hey, kau perlu melihat-lihat toko yang lainnya juga. Aku tahu apa yang ada di dalam kepalamu tapi mereka tidak semahal apa yang kau bayangkan."

"Apaaa?"

"Jangan berkata 'apaaa' ke,padaku!! Bagaimana jika Alas Ramus tumbuh menjadi orang pelit sepertimu?"

"Apa salahnya menjadi hemat?"

"... Ayo Alas Ramus, kita tidak membutuhkannya."

"butuhkannya?"

Emi menarik mereka menuju escalator besar dan menakutkan, dan akhirnya mencapai lantai dengan banyak toko yang menjual berbagai merk pakaian termasuk Unixlo.

"Hmmm.. Ukuran baju di sekitar sini masih terlalu besar."

Emi mengambil beberapa baju anak-anak, menaruhnya di bahu Alas Ramus dan kemudian bergumam.

"Tapi aku yakin dia akan tumbuh dengan cepat. Selama bagian bawahnya tidak menyentuh tanah, kurasa tidak apa-apa jika sedikit kebesaran." 

Kata Emi yang kemudian melirik ke arah Maou.

"... Kau tidak ingin bilang sesuatu? Ketika aku bilang 'cepat', maksudku itu hanya beberapa bulan."

"Jika kau menungguku membalasmu, maka jangan tahan nafasmu. Aku tidak akan berbicara denganmu jika aku bisa melakukannya."

"Berapa lama kau berencana merawatnya?"

Meskipun sedang berbicara, Emi dengan cepat mengambil beberapa baju yang mungkin cocok dengan Alas Ramus dan menaruhnya di bahu Alas Ramus.

".... Ya, siapa yang tahu? Orang tuanya bisa saja muncul hari ini, atau bisa saja aku akan mengurusnya sampai dia menikah nanti."

"Menikah .... Aku mungkin terlalu memikirkannya, tapi apa kau serius berpikiran untuk menghabiskan sisa hidupmu tinggal di Jepang?"

"... Bagaimana kalau ini? Benda ini bahkan menutupi pundakmu dari sinar matahari."

Maou memberikan saran dan dengan malas memakaikan sebuah topi jerami yang secara mengejutkannya terlihat cocok dengan Alas Ramus.

"Aku mungkin tidak seharusnya menanyakan ini, tapi apa kau tidak khawatir dengan para bawahanmu yang kau tinggalkan?"

Jawaban Maou untuk pertanyaan itu sangat singkat dan padat.

"Oh aku sudah menyerah dengan mereka."

"Huh?"

"Pitanya ada yang berwarna pink dan kuning ya? Alas Ramus, mana yang lebih kau sukai?"

"Hmm.. Malkoo."

Alas Ramus menunjuk topi dengan pita berwarna kuning.

Ketika Emi tidak bisa berkata apa-apa terhadap jawaban dingin yang keluar dari mulut sang Raja Iblis, Maou mengangkat bahunya dengan enggan.

"Ayolah.. Tidakkah kau mengerti apa artinya kemunculan Emerada, Albert, Orba, dan Suzuno di sini?"

Maou secara tidak sadar melihat label harga dari topi yang Alas Ramus pilih, dan merasa terkejut.

"Satu tahun itu sedikit terlalu lama. Para tentara Iblis yang masih bertahan yang dulunya menyerang Ente Isla pasti sudah dimusnahkan. Kalau tidak, mana mungkin aset paling penting dari pasukan manusia akan melakukan kunjungan ke dunia lain."

Tiga iblis tertinggi dan Lucifer sebenarnya secara resmi sudah dikalahkan, dan itu membuat rantai komando dari pasukan Raja Iblis sepenuhnya rusak. Itu adalah cerita yang sulit dipercayai, akan tetapi...

"A-aku mengerti, tapi itu sedikit menyedihkan, hancur begitu saja karena tidak adanya pemimpin. Kupikir memang seperti itulah para iblis."

Emi mengatakannya tanpa ada maksud untuk bersimpati, dan seperti biasa dia tidak melewatkan kesempatan untuk menyelipkan sebuah ejekan.

Namun...

"Aku sama sekali tidak bisa membantahnya. Mereka benar-benar tidak berdaya tanpa diriku. Tapi jika aku kembali begitu saja tanpa mendapatkan kekuatan yang cukup, aku mungkin hanya akan dikhianati."

Maou yang terlihat sudah memantapkan keputusannya, berbalik membelakangi Emi dan Alas Ramus dan berjalan menuju kasir dengan topi di tangannya.

"Bahkan jika aku kembali dengan kekuatan penuhku sekarang, aku mungkin juga tidak akan sanggup menguasai dunia."

"It-itu benar. Jika tidak ada iblis yang tersisa, kau tidak akan bisa menyebut dirimu sebagai Raja Iblis."

"Tidak ada iblis yang tersisa? Apa maksudnya itu?"

Maou menoleh ke arah Emi dengan ekspresi seolah menganggapnya orang yang benar-benar bodoh.

"Ketika kalian para manusia berperang, apakah semua rakyat kalian juga akan terjun ke medan perang?"

"Apa?"

Emi tidak mengerti apa yang dikatakan oleh Maou, sementara Maou terus berjalan menuju kasir tanpa memberikan balasan apapun.

Karena topi tersebut akan dipakai saat itu juga, Maou menarik label harganya dan kemudian memakaikan topi itu ke Alas Ramus.

"Mmfuu.. Apa aku cantik?"

Alas Ramus melihat bayangan dirinya sendiri di kaca dan kemudian menoleh ke arah Maou berulang-ulang.

"Yeah, kau terlihat sangat cantik."

Dia menghilangkan atmosfer tidak enak yang berada di sana beberapa saat lalu, wajah Maou terlihat melembut dan hampir terlihat seperti malu-malu.

"Hey, kita beli bajunya lain kali saja, lagipula ini waktunya makan siang. Bukankah antrian untuk menaiki wahan sudah menjadi semakin pendek sekarang? Hey, Alas Ramus, mana yang ingin kau naiki?"

"Ithu daddy, yang ithu!"

Alas Ramus menunjuk wahana terjun bebas yang terlihat dari jendela the Lagoon.

"Hmm.. Dia mungkin tidak akan bisa menaiki itu karena usia dan tingginya. Well, ayo kita jalan dan lihat-lihat dulu."

Emi memasang ekspresi seperti dia telah dibodohi oleh sesuatu dan kemudian mengikuti mereka berdua dengan ekspresi kurang puas.

Tiga orang yang mengikuti mereka melihat ke arah toko tersebut dan kemudian melihat ke arah Maou lagi.

"Kenapa ekspresi mereka terlihat sangat serius, hanya karena membeli sebuah topi?"

"Aku tidak tahu.... Mungkin karena itu terlalu mahal."

Setelah mendengar percakapan antara Chiho dan Rika, Ashiya dengan acuh tak acuh mengambil topi yang jenisnya sama dengan topi yang Maou belikan untuk Alas Ramus tadi.

"Dua... Ribu.... Lima... Ratus... Yen..."

Ashiya mengerang seperti sedang tercekik.

"Peng-penghematan dari tiket gratis itu, melayang seketika..."

"Huh? Ashiya-san? Kau terlihat tidak sehat? Apa kau butuh minum?"

"Ha-hahaha, tidak, aku tidak apa-apa, ayo pergi, hahaha."

Ashiya meletakkan kembali topi itu sambil tertawa tegang, dan mulai berjalan setelah mendorong Rika. Chiho mengambil topi dengan label yang bertiliskan "topi baru untuk musim panas ini" tersebut. Dia lalu melihat ke label harganya, mengusap air matanya dengan hening, dan menaruh kembali topi itu.

"Hm, tapi ini sangat membosankan. Mereka ternyata sangat tenang menghadapi hal ini. Aku berencana ikut campur jika mereka bertengkar atau sejenisnya. Tapi kupikir, anak-anak memang bisa membuat dua orang akur."

"Huh? Suzuki-san, bukannya kau ke sini hanya karena ingin tahu saja?"

Chiho tidak tahan dan bertanya dengan jujur.

"Ayolah, Chiho-chan, kau pikir kakak ini siapa? Hmm??"

Rika tersenyum dan memainkan pipi Chiho.

"Ahmm.. Maaf..."

"Kau tidak sepenuhnya salah, tapi sekarang ini jam pulangku, dan aku juga sedang bosan. Jadi aku datang untuk mengawasinya mengurus anak itu."

"Mengawasi?"

"Yep, gadis itu kerabatnya Maou-san kan? Jika gadis kecil seperti dia tiba-tiba pergi, itu akan menciptakan lubang besar di hati Emi, kau tahu? Ketika hal itu terjadi, bukanlah ide yang buruk bagi seseorang yang tahu apa yang terjadi untuk mengajaknya minun dan menenangkan pikiran atau sejenisnya, tidakkah kau berpikir begitu?"

"Ouf.. Y-ya.. Kau benar."

Rika akhirnya melepaskan pipi Chiho, dan Chiho memegangi kedua pipinya dengan kedua tangannya.

"Daaaan, aku juga masih ingin tahu seperti apa Emi ketika jalan-jalan dengan pria."

"Jadi kau hanya ingin tahu saja? Kau mencubitku tanpa alasan."

"Kau salah, Chiho-chan, ini bukanlah sekedar penasaran, ini adalah menguntit."

"Itu bahkan lebih buruk."

"Kau memang mengatakan itu, tapi bagaimana dengan dirimu sendiri Chiho-chan? Kau bukan kerabatnya Maou-san atau apapun, jadi kenapa kau mengikutinya? Hmm?"

"A-a-ak-aku, um.."

"Ayolah, aku tidak akan bilang siapa-siapa, jadi ceritakan saja sama kakak seeemuanya."

"..... Aku turut berbahagia kalau kalian berdua juga bersenang-senang."

Ashiya dengan letih mengatakan hal tersebut di belakang kedua gadis yang sedang bercanda.

"Ayolah,, jangan bilang begitu!"

"Wha!"

Ashiya mengeluarkan teriakan kecil ketika pundaknya ditarik.

"Well, aku mengerti kalau kau sinis pada Emi karena dialah alasan perusahaanmu bangkrut, Ashiya-san. Tapi sekarang dia bukan rivalmu kan? Kalian tidak akan dimakan atau sejenisnya. Jadi apa kau perlu seserius itu menanggapi hal ini?"

Tentu saja Emi adalah musuh mereka. Dan sama sekali tidak mengejutkan jika mereka ditebas olehnya, membiarkan mereka dimakan hidup-hidup. Tapi tidak mungkin Ashiya mengatakan hal itu pada Rika.

"Aku sarankan kau bacalah Sosuke Natsume, Ashiya-san!"

"Ke-kenapa tiba-tiba begitu?"

"Hmm.. Kupikir kata-katanya sangat cocok untuk orang yang menjalani hidup keras sepertimu."

Setelah bersenang-senang dengan menyaksikan ekspresi Ashiya yang kebingungan, Rika akhirnya melepaskannya.

Chiho dan Ashiya benar-benar dipermainkan oleh Rika, karyawan agresif dari Kaisai yang tanpa ragu mengungkit titik lemah seseorang.

"Well,"

Rika mulai menggumam dengan cukup pelan, sehingga Chiho dan Ashiya hanya bisa saling menatap dengan ekspresi kebingungan karena tidak bisa mendengarnya.

"Aku lebih menyukai orang seperti itu, daripada orang-orang bodoh yang hidup tidak demi apapun."


XxxxX


Alas Ramus benar-benar senang dengan adanya balon warna-warni yang terikat di tangannya.

Dia sepertinya benar-benar menyukai benda-benda cerah dan berwarna-warni, dan akhirnya membuat Maou membelikannya balon berkali-kali di sepanjang jalan.

"Gzzzz.. Aku merasa seperti menjadi saksi dari kelahiran ayah yang tidak berguna, yang hanya bisa mengatakan tidak pada putrinya."

Kata Emi ketika mengipasi dirinya dengan kipas yang dia dapatkan dari the Lagoon dan meminum air mineral untuk menghilangkan rasa hausnya.

Ketika Emi menyaksikan Alas Ramus yang menaiki wahana merry-go-round sambil bersorak gembira dengan Maou yang terlihat tidak senang, dia merasa seperti ingin menyerah begitu saja dan kembali ke Ente Isla.

Kata-kata yang diucapkan Maou sebelumnya masih terngiang-ngiang di telinga Emi.

Itu bukanlah sekedar rasa jengkel.

Jika para iblis telah berhasil dimusnahkan oleh pasukan manusia, seharusnya membuat Emi tidak akan merasakan perasaan lain selain kebahagiaan.

Maou menyembunyikan perasaannya yang sesungguhnya di saat-saat paling penting, jadi susah untuk menebak apa yang sebenarnya dia pikirkan. Tapi dari luar, dia tidak menunjukan ekspresi kesedihan ataupun kemarahan ketika memprediksi kalau para bawahannya telah dimusnahkan.

Akan tetapi, satu kalimat Maou benar-benar bertentangan dengan apa yang Emi pikir selalu benar dan yang dia yakini. Dan itu membuatnya merasa was-was.

Seolah asumsinya mengenai sesuatu yang dia percayai itu sangat nyata seperti bernapas atau meminum air....

"...ey, hey, Emi!!"

"Huh? Oh, maaf."

Ketika dia sedang duduk dan berpikir, tiba-tiba Maou turun dari wahana merry-go-round dan berdiri disebelah Emi.

"Kenapa kau melamun seperti itu? Apa kau kepanasan?"

"Ti-ti-tidak mungkin!! Jangan dekat-dekat denganku seperti itu!! Ngomong-ngomong apa yang kau inginkan?"

"Alas Ramus ingin melihat ini."

Maou menunjuk poster iklan di papan pengumuman tentang pertunjukan pahlawan, atraksi terkenal di Tokyo Big Egg.

Emi ingat pernah melihat iklan seperti itu tempo hari. Tapi ada hal lain yang membuat Emi penasaran.

".... Apa kau membeli TV?"

Nilai jual utama dari pertunjukan ini adalah special efek pertarungan pasukan yang memakai kostum dengan 5 warna berbeda sekaligus gadis penyihir yang penuh warna. Pertunjukan itu sangat populer berkat hari minggu yang cerah, tapi masalahnya, pertunjukan itu hanya acara TV anak-anak di hari minggu pagi.

"Lupakan TV, antenaku saja masih analog."

Maou menjawabnya dengan jawaban yang sudah bisa ditebak.

"Tapi Alas Ramus sepertinya sangat suka hal-hal yang berwarna-warni seperti ini. Aku tidak tahu apa ada alasan di baliknya."

Alas Ramus dengan serius menatap sesuatu seperti poster sureal yang tepat berada di bagian luar panggung yang menampilkan pertunjukan pasukan pahlawan dan para gadis penyihir.

"Aku tidak keberatan menontonnya, tapi ada biaya masuknya, apa kau yakin?"

"... Aku hanya perlu meminta maaf pada Ashiya nanti, lagipula aku sudah membeli topi itu."

Maou akhirnya memutuskannya setelah merasa ragu untuk waktu yang lama. Emi bertanya-tanya kenapa si pencari nafkah rumah tangga tidak punya otoritas yang lebih tinggi dibandingkan suami rumah tangga.

"... Baiklah aku yang akan membayar Alas Ramus, tapi kau bayarlah sendiri."

"Terima kasih banyak!!"

Raja Iblis seharusnya tidak tunduk kepada sang Pahlawan dengan begitu mudahnya.

Bagaimanapun, bagi Emi, sekarang dia punya Raja Iblis yang berhutang padanya, dan si Raja Iblis itu harus membayarnya. Seharusnya itu sudah cukup membayar hutangnya untuk apa yang Maou lakukan pada saat insiden Suzuno. 

Emi sebenarnya juga berpikir untuk membayar bagian Maou untuk memastikannya bebas dari hutang, tapi dia merasa dengan ini saja sudah cukup.

Emi pergi ke loket tiket yang berada di sebelah mereka. Akan tetapi pegawainya memberikan ekspresi seperti meminta maaf dan merendahkan kepalanya.

"Tiket pertunjukannya sudah habis, pertunjukan selanjutnya akan digelar 2 jam lagi." Kata Emi sambil menoleh ke arah Maou.

"Benarkah?? Kalau begitu, haruskah kita beli tiket sekarang dan makan dulu di suatu tempat?"

"Tentu, baiklah. Tolong dua tiket untuk orang dewasa dan satu tiket untuk anak-anak."

Emi membeli tiga tiket untuk mereka bertiga.

"Ini, satu tiket untuk dewasa, harganya 1.500 yen."

"Oke baiklah..."

Maou mengeluarkan uang dari dompetnya dan menyerahkannya ke Emi, dan mengambil tiketnya  dari Emi. Dia kemudian menggendong Alas Ramus, melihat-lihat peta dan berjalan menuju restoran terdekat.

"Hmm, mengejutkan sekali, mereka sepertinya sangat akur."

"....."

"....."

Sementara situasi sekarang ini sudah sangat menghibur bagi Rika, dia menambahkan komentarnya untuk memancing reaksi yang lebih menyenangkan lagi dari Chiho dan Ashiya.

"Tapi, pertunjukan pahlawan ya. Aku sangat ingin menontonnya ketika kecil dulu. Apa yang akan kalian lakukan? Mau masuk juga?"

"Ini terlalu...."

"Kupikir seharusnya kita tidak...."

"Huh? Kenapa?"

Kebingungan, Rika memiringkan kepalanya menanggapi respon bimbang dari Chiho dan Ashiya.

"Ka-karena pertunjukan itu untuk anak-anak kan? Itu akan terlihat aneh, kalau orang-orang seperti kita menyaksikan hal-hal semacam itu...."

"Chiho-chan, kau ketinggalan zaman. Seluruh generasi muda sekarang ini memang ketinggalan zaman."

"Apa?"

"Zaman sekarang, orang dewasa juga diam-diam suka menonton hal-hal semacam ini. Dulu, para wanita dewasa ikut menonton pertunjukan special efek pahlawan karena mereka suka melihat aktor tampan sebelum mereka berubah dan mengenakan topeng. Tapi di panggung seperti ini, mereka sudah terlebih dahulu merekam suara para aktor tersebut. Hal-hal seperti itulah yang membuatnya menarik."

"Apaaaa?"

"Dan anime ini....."

"Dulu aku menontonnya sewaktu kecil. Tapi mereka terlalu punya banyak seri, sehingga sulit bagiku untuk mengikutinya sekarang.... Namanya kalau tidak salah 'Prepure' kan?"

Hampir sama dengan pertunjukan pahlawan, seri anime 'Magical Girl Pretty Pure' juga menampilkan gadis imut yang bertarung dengan pakaian warna-warni. Anime untuk anak perempuan yang sangat populer dan mendapatkan adaptasi film di setiap tahunnya.

"Selalu ada permintaan yang besar untuk anime, dan para pengisi suaranya menjadi sangat populer akhir-akhir ini kan? Aku membacanya di suatu majalah, ada beberapa sekumpulan pria dewasa yang menyukai hal-hal semacam ini juga."

"Hmm.. Jadi hal-hal seperti ini juga populer bagi semuanya ya, entah itu pria ataupun wanita di segala usia?"

"Um.. Well.. Bukan itu yang aku khawatirkan, tapi...."

Chiho merasa terkesan dengan sesuatu yang berada diluar topik pembicaraan tersebut, sementara Ashiya menyela dengan ragu-ragu.

Karena ada biaya tiket masuknya, tidak mungkin ada cara untuk mengintip dari luar. Dan suara yang jelas bukan suara anak-anak bisa terdengar dari dalam.

Rika tersenyum tegang ketika melihat ekspresi Chiho yang kaku karena mendengar suara itu.

"Baiklah, kalau begitu, kita cari makan juga."

Rika menunjuk cafe terbuka bergaya Italia yang tepat berada di seberang pintu masuk panggung tersebut.


XxxxX


Dua jam telah berlalu, Maou, Emi, dan Alas Ramus duduk di kursi yang telah disediakan untuk mereka di depan panggung di mana pertunjukan pahlawan akan dilangsungkan.

"Woo, tempat duduk yang sangat bagus. Aku terkejut ada tempat duduk yang sudah disediakan di panggung kecil seperti ini."

Maou menyandarkan punggungnya di bangku panjang dan melihat ke sekitarnya.

"Jika kursi ini gratis, beberapa anak tidak akan bisa melihat ke panggung."

"Huh? Kenapa?"

"Ada berbagai macam sifat anak-anak di dunia ini."

Kursi yang disediakan tersebut bukan seperti kursi di bioskop yang dipisahkan oleh pegangan tangan, jadi orang-orang harus duduk dengan pundak saling bersentuhan dengan siapa saja yang duduk di sebelahnya.

Alas Ramus duduk di antara mereka, tapi bagi Emi, sulit untuk duduk begitu dekat dengan Maou.

Meskipun jika mereka berada di kerumunan orang banyak, dia mungkin tidak akan sanggup untuk berdiri di sebelah Maou.

Tempat pertunjukan tersebut terlihat sangat penuh, dan dengan sinar matahari yang langsung mengarah kepada mereka, suhunya mungkin 2 atau 3 derajat lebih tinggi daripada di luar.

Di atmosfer seperti itu, sebuah lagu tema tiba-tiba terdengar keras, asap dan kembang api mulai terlihat di panggung. Special efek pahlawan muncul pertama kali di panggung tersebut. Alas Ramus melompat kaget mendengar suara keras yang tiba-tiba terdengar itu.

Progam special pasukan pahlawan tersebut mempunyai sebuah lagu tema, kombinasi mecha dengan gerakan andalannya, biasanya ditampilkan bersamaan dengan lagu tersebut. Namun pasukan pahlawan special kali ini muncul dengan tema ninja.

Dari sebuah pohon besar yang berada di tengah-tengah panggung, yang memiliki tinggi sekitar 2 bangunan dalam cerita, 5 pahlawan melompat turun satu persatu dan memasang pose andalan mereka.

"Whoa!! Mereka melompat dari tempat yang sangat tinggi."

"... Kenapa kau terlihat begitu takjub? Bukankah kau ini Raja Iblis?"

"Tapi kenapa ninja memakai pakaian warna-warni?"

"Kenapa kau sangat rewel terhadap pertunjukan anak-anak?"

Rangkaian aksi tersebut menampilkan beberapa karakter seperti ninja. Tapi ninja dengan warna berpijar lah yang paling menarik perhatian.

Pohon besar yang berada di tengah panggung sepertinya digunakan untuk segmen Prepure nanti, yang mana pohon tersebut akan mengumpulkan "energi alam" untuk membantu dalam pertarungan.

"Huh? Mereka punya gerakan yang bagus, tapi aku penasaran apa mereka benar-benar bisa bertarung di dunia militer."

Musuh yang harus mereka hadapi berdiri di hadapan para pasukan ninja tersebut, karena beberapa alasan, mereka adalah alien.

Ketika monster luar angkasa yang terlihat seperti pemimpinnya muncul, sorakan yang keras dapat terdengar dari anak-anak di dalam gedung pertunjukan.

"Ooohh, kalahkan mereka penjahat!! Kau benar-benar populer."

"Hey, bukan mereka yang populer, tapi ketika mereka dikalahkan lah yang populer."

"Kaulah yang seharusnya berhenti bersikap rewel. Hey, Alas Ramus, mana yang kau........."

Maou menyadari ada sesuatu yang aneh ketika dia mengajak Alas Ramus berbicara.

Alas Ramus biasanya menyukai hal-hal yang bersemangat dan berwarna-warni. Tapi kali ini dia hanya diam, menatap kosong ke arah panggung.

"Hey, Alas Ramus."

Mendengar suara Maou, Emi juga menyadari ada sesuatu yang tidak beres.

"Ada apa?"

"Um, dia sedang melamun... Ada apa Alas Ramus? Apa kau merasa tidak enak badan?"

"Se... Ott"

"Huh?"

"Kami... Jatuh.."

"Huh?? Ada apa?"

Di sekitar mereka sangat berisik, jadi meskipun mereka menyadari Alas Ramus mengatakan sesuatu, mereka tidak bisa mendengar apa yang diucapkannya.

"Daddy, sefiott itu."

"Apa? Ada apa??"

"Kami semua jatuh dari pohon, mommy membawaku dan berlari, markoo menghilang."

"Pohon?? Markoo?? Apa yang kau.... Wha!!" Maou menjadi panik.

Maou tidak tahu apa yang memicunya tapi sebuah tanda berbentuk bulan sabit muncul di dahi Alas Ramus.

Tanda tersebut entah bagaimana terlihat seperti kristal, dan mulai bercahaya menyerupai warna rambut dan pupil Alas Ramus.

"... Apa... Itu??"

Maou menarik topi Alas Ramus sampai ke bawah matanya untuk menutupi tanda itu, akan tetapi Emi sudah melihatnya.

"Kau tidak menyadarinya sebelumnya? Tanda itu juga muncul ketika dia pertama kali tiba di apartemen. Tapi itu juga menghilang seketika. Hey, Alas Ramus, ayolah!!"

"Hey, jangan menggoyang-goyangkan tubuhnya seperti itu. Untuk sekarang, kita harus keluar dari sini dulu. Um.. Permisi, anak ini tidak enak badan."

Tanpa menunggu jawaban Maou, Emi langsung menggendong Alas Ramus dan mencoba keluar dari kerumunan orang yang ada di dalam gedung pertunjukan.

Dia sesaat berpikir untuk memanggil petugas, tapi hal tersebut tidak dilakukannya karena mereka tidak mungkin bisa menjelaskan fenomena yang ada di dahi Alas Ramus.

Emi menoleh ke belakang dan melihat Maou berlari mengikutinya. Dia menggendong Alas Ramus yang masih menatap kosong dan terus bergumam, dia kemudian mencari tempat yang dingin dan juga sepi.

Emi menaruh tangannya di dahi Alas Ramus, tapi sama sekali tidak ada tanda-tanda demam ataupun keringat berlebihan. Itu bukan serangan panas, dia tidak tahu lagi apa yang menyebabkan munculnya tanda berbentuk bulan sabit di dahi Alas Ramus.

Untuk mencari tempat ber-AC, Emi masuk kedalam the Lagoon, dan untungnya dia menemukan sebuah bangku kosong.

Dan kemudian dia duduk di bangku itu...

"Raja Iblis, ambilkan sesuatu yang bisa diminumnya." Emi berteriak kepada Maou, yang akhirnya bisa menyusul mereka.

"Ba-bagaimana kalau ini?"

Maou mengeluarkan larutan penyegar.

"Berikan itu!"

Emi mengambilnya dari Maou, dan meminumkannya ke Alas Ramus 

"Dan cari sesuatu yang dingin, bukan untuk diminum tapi untuk kita taruh di leher atau tempat-tempat agar bisa mendinginkannya."

"Si-siap!!"

Meskipun dia sedang cemas, tapi Maou tetap mematuhi setiap perintah yang Emi berikan. Setelah dia pergi untuk mencari mesin penjual minuman....

"Apa dia baik-baik saja?"

Seseorang datang dan bertanya kepada Emi yang sedang menggendong Alas Ramus.

Emi menoleh dan mendapati seorang wanita cantik berdiri di depannya dengan memakai gaun putih panjang dan sebuah topi putih yang lebar.

Wanita itu melihat ke arah Emi dan Alas Ramus dengan mata yang warnanya begitu indah sampai-sampai mata itu seperti akan menghisap mereka.

"Um, ya, dia akan baik-baik saja. Menurutku dia tidak terkena dehidrasi, dia hanya tidak enak badan saja...."

"Mommy?"

Tiba-tiba, Alas Ramus pulih dari kondisi linglungnya dan memanggil Emi seperti menyadari sesuatu.

Emi tersenyum dan menatap wajah Alas Ramus.

"Iya aku di sini, apa kau baik-baik saja?"

"Yesh...."

Wajahnya tidak terlihat berbeda, tapi suaranya begitu lemah seperti sedang terkena demam. Emi berpura-pura mengusap dahi Alas Ramus untuk menyembunyikan tanda itu, tapi....

"Permisi!!"

Wanita berbaju putih itu tiba-tiba mendekat meletakkan tangannya di kepala Alas Ramus.

"Ap-apa yang kau lakukan?"

"Tenanglah, ini akan selesai dalam sekejap."

Nada suaranya tidaklah kasar, tapi Emi tetap diam seperti yang wanita itu perintahkan. Di jari manis dari tangan sebelah kiri wanita itu terdapat cincin dengan permata kecil.

Cincin tersebut terlihat memancarkan sinar berwarna violet untuk sesaat, mungkin karena terkena sinar matahari, dan kemudian...

"Ou... Ou?"

Alas Ramus tiba-tiba melompat.

"Hm? Ou? Wha? Daddy?"

Alas Ramus bertingkah seperti baru saja terbangun dari mimpi buruknya, dan dengan cepat melihat ke sekitarnya. Akan tetapi apa yang paling membuat Emi terkejut adalah ketika topi Alas Ramus terjatuh saat dia melompat, dia melihat tanda berbentuk bulan sabit di dahi Alas Ramus telah benar-benar lenyap.

"O-momm wah!"

Emi dengan cepat memeluk tubuh Alas Ramus, dan menatap ke arah wanita berbaju putih yang berdiri di depannya.

"Kau tidak perlu sewaspada itu terhadapku. Aku bukan musuhmu."

Wanita itu dengan tenang membersihkan roknya dan tersenyum kecil.

"Dan aku juga bukan musuh anak kecil itu.... Alas Ramus, kau sudah tumbuh besar."

"!!!"

Emi tidak pernah memanggil nama Alas Ramus sekalipun di depan wanita ini.

"Bagaimana kau tau namanya...?" Tanya Emi, sementara wanita itu tersenyum.

"Tentu saja aku tahu. Itu adalah nama yang penting."

Ketika Emi melihat wajah wanita itu, jantung Emi mulai berdegup kencang.

Percakapannya dengan Emerada tiga hari yang lalu mulai terlintas di pikirannya.

Cara bicara wanita ini, seperti dia tahu siapa Alas Ramus.

Mungkinkah wanita ini....??

Emi tiba-tiba merasa panas, bukan karena cuaca di luar, tapi karena dia melihat ekspresi wanita ini tiba-tiba berubah menjadi serius.

"Berhati-hatilah! Karena apa yang barusan terjadi, mereka pasti bisa merasakan keberadaan dari fragmen Yesod di dahinya. Musuh gadis kecil ini akan segera muncul. Gabriel dan para malaikat bawahannya sudah mulai bergerak."

"Fragmen... Yesod? Gabriel? Tunggu... Apa yang kau..."

"Hey!! Emi!! Aku mendapatkannya!!"

Emi berpikir kalau wanita ini mungkin tahu sesuatu dan akan bertanya kepada wanita tersebut. Tapi pada saat itu, Maou berlari ke arahnya, berteriak sambil membawa botol dan minunan kaleng di tangannya.

Tepat ketika Emi teralihkan pandangannya.

"Mommy..."

"!!!"

Wanita itu tiba-tiba menghilang.

Seperti sebuah mimpi, wanita tersebut tiba-tiba menghilang begitu saja.

"Beruntung sekali, aku menemukan mesin penjual minuman di dekat sini. Ini... Huh? Alas Ramus, kau sudah baikan sekarang?"

"Daddy!! Selamat datang kembali."

"Oh ye-yeah, apa?? Jadi ini semua sia-sia? Tapi aku senang kau baik-baik saja. Tapi apa yang terjadi padamu?"

"Apa makcudmu?"

"Um.. Well, uh oh well,, Emi, apa yang- gah!!"

"Kenapa kau tidak membaca situasi? Kau--!!!"

"Ap-apa?? Apa yang telah kulakukan? Ke-kenapa kau tiba-tiba memukulku!"

"Mommy!! Kau menakutkan!!"


---End Of Part 2---





Translated by : Me [Zhi End]
Previous
Next Post »
1 Komentar